Minggu, 26 Juli 2009


PANGKAL BALAM

kapal kapal berlabuh di dermagamu dalam lalu lintas yang sepi
sepasang mata tua menatap jauh dan perih
ketika membayangkan sebuah jaman
ketika menggoreskan sejumput kenangan

masa lalu, masa lalu
bagaimana harus kutulis sejarahmu?
ketika jaman sudah berganti
dan generasi beralih ke generasi
tak meninggalkan jejak apapun, selain sisa sisa tanah
galian timah yang gundah

kapal kapal berangkat dan pergi
benderanya berkibar tengadah
dan dermaga pun kembali senyap

Selasa, 21 Juli 2009


TEBEDU

dan langkahku pun terhenti di sini, berpaling, melihat garis batas yang menjauh
jalan yang menikung, menuju tempat yang belum ku kenal
aku merasa terasing meski engkau ada di sisiku mengajak bercakap cakap
tentang sebuah persinggahan


sampai nanti kita pun tiba di Serian, singgah dalam istirahat
garis batas yang makin menjauh
menuju sebuah pemberhentian lain dalam hidup yang penat

Senin, 20 Juli 2009

PENABUH PERKUSI

di sela sela pepohonan dan taman dekat Smithsonian Museum, Washington DC kujumpai dia
seorang negro tua menabuh perkusi dengan mata yang terpejam
barangkali membayangkan sebuah afrika yang elok
barangkali membayangkan kelaparan yang mendera
barangkali membayangkan koin koin yang dilemparkan ke dalam topinya yang menadah terbuka

sementara
seekor tupai melompat lompat riang di balik semak semak
orang orang bergegas dalam egoisme yang tak peduli

Rabu, 15 Juli 2009


Cable Car Pulau Sentosa

sejauh mata memandang : laut lepas dan kapal kapal berlabuh di bandar yang teduh
bentang kaki langit dan warna biru
dan langit singapura yang terik dihembus sedikit desau angin
ketika di kejauhan kutemukan sebuah titik layar perahu

sejauh mata menerawang : hatimu yang galau dan cemburu
meski kita semua melepas canda dan gurau
terayun ayun dalam cable car yang melintas dari mount faber ke sentosa
ketika di sudut hati kutemukan sebuah luka

Senin, 13 Juli 2009


Shenzen

deru mesin dan langkah langkah kaki yang berderap menapaki lantai stasiun
kemana aku harus melanjutkan perjalanan di tengah belantara beton dan asap ini
langit biru daratan
ketika kurindukan kuil perbukitan hoa san

di sebuah simpang jalan, kujumpai wajahmu di balik gerobak penjaja makanan kaki lima
seraut wajah yang pernah kubaca, entah di mana
mencoba mengeja makna kehidupan dengan berbagai tanda tanya ketidakpastian

langit biru daratan
belantara beton dan asap mesin mesin
kurindukan sebuah kuil perbukitan hoa san


Selat Sumbawa

alangkah jauh perjalanan kutempuh
melangkahi batu demi batu, jalanan koyak dan rimbunan pepohonan
laut lepas dan badai
ketika suatu ketika kami berhenti, memandangi selat yang teduh
sejenak teringat sebuah legenda tentang kapal kapal yang menempuh perjalanan jauh
terayun gelombang, sementara bendera berkibar di anjungan
sejenak teringat padamu, yang tak menyerah ketika terdampar di sebuah persinggahan kehidupan

alangkah jauh perjalanan kutempuh
melangkahi serpihan ilalang dan semak semak kering
menuju haribaanMu ....

Brisbane

sebuah siang yang panas, matahari tak ramah menyapa lewat air sungai berkecipak terbelah perahu melintas

sungai brisbane dan kilau matahari benua, ketika kehidupan seolah menjadi begitu panjang menjelajah
dan hari hari berlalu seperti sebuah sejarah, pendek pendek dan terbata
ketika kaki menjadi penat dan perahu menambat di dermaga





PUISI PEMBUKA


ketika semua mata terbuka menatap

ketika semua hati terbuka berharap

apa yang hendak kau katakan kepada dunia

tentang apa saja, kehendak dan harapan, cita cita dan kebutuhan

atau tentang air mata kesedihan, kegundahan dan patah semangat
atau tentang gelimang tawa, keceriaan dan perjuangan


jangan biarkan mereka terlalu lama

berikanlah milikmu, semuanya....